Ir. Soeratin Sosrosoegondo lahir di Yogyakarta pada 17 Desember 1898
dari keluarga sederhana. Ia adalah seorang insinyur Indonesia dan Ia
juga adalah ketua umum PSSI periode 1930-1940 (pertama).
Setelah tamat dari sekolah Koningen Wilhelmina di Jakarta, Soeratin
kembali melanjutkan belajarnya di Sekolah Teknik Tinggi di
Hecklenburg,
dekat Hamburg, Jerman, pada 1920 dan lulus sebagai insinyur sipil pada
1927. Dan sekembalinya Soeratin dari Eropa pada 1928, ia bergabung
dengan sebuah perusahaan konstruksi terkemuka milik Belanda dan
membangun antara lain jembatan serta gedung di Tegal dan Bandung.
Namun, pada waktu bersamaan, Soeratin mulai merintis pendirian sebuah organisasi sepak bola, yang bisa diwujudkan pada 1930.
Organisasi yang boleh dikatakan hasil realisasi konkret dari Sumpah
Pemuda 1928. Nasionalisme itu dicoba dikembangkan melalui olahraga,
khususnya sepak bola. Seperti halnya ipar Soeratin, Dr Soetomo, yang
berkeliling Pulau Jawa untuk menemui banyak tokoh dalam rangka
menekankan pentingnya pendidikan dan kemudian disusul dengan pendirian
Budi Utomo, Soeratin melakukan pertemuan dengan tokoh sepak bola pribumi
di Solo, Yogyakarta, Magelang, Jakarta, dan Bandung. Pertemuan itu
diadakan secara sembunyi untuk menghindari sergapan Intel Belanda (PID).
Pada 19 April 1930, beberapa tokoh dari berbagai kota berkumpul di
Yogyakarta untuk mendirikan PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh
Indonesia). Istilah “sepakraga” diganti dengan “sepakbola” dalam Kongres
PSSI di Solo pada 1950. PSSI kemudian melakukan kompetisi secara rutin
sejak 1931, dan ada instruksi lisan yang diberikan kepada para pengurus,
jika bertanding melawan klub Belanda tidak boleh kalah. Soeratin
menjadi ketua umum organisasi ini 11 kali berturut-turut. Setiap tahun
ia terpilih kembali.
Kegiatan mengurus PSSI menyebabkan Soeratin keluar dari perusahaan
Belanda dan mendirikan usaha sendiri. Setelah Jepang menjajah Indonesia
dan perang kemerdekaan terjadi, kehidupan Soeratin menjadi sangat sulit.
Rumahnya diobrak-abrik Belanda. Ia aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat
dengan pangkat letnan kolonel. Setelah penyerahan kedaulatan, ia menjadi
salah seorang pemimpin pekerjaan di Kereta Api.
No comments:
Post a Comment