Belum
kering air mata keluarga korban meninggal kericuhan laga Persija
Jakarta kontra Persib Bandung, kericuhan antar suporter sepak bola klub
Indonesia kembali memakan korban. Seorang suporter Persebaya Surabaya
tewas terinjak-injak usai pertandingan antara Persebaya kontra Persija
Jakarta dalam lanjutan Liga Primer Indonesia (LPI) di Stadion Gelora 10
Nopember Surabaya.
Kericuhan
di dua laga di atas, yang terjadi di kompetisi ISL dan juga IPL,
menambah buram potret sepakbola nasional kita. Banyak hal yang
menyebabkan suporter bola Indonesia menjadi anarkis. Salah satu yang
paling berpengaruh adalah adanya sentimen kedaerahan. Terlebih dengan
nama-nama klub liga nasional yang menyandang nama kedaerahan, semakin
memupuk fanatisme kedaerahan tersebut.
Faktor
lain yang juga sering menjadi pemicu kericuhan adalah faktor wasit dan
aparat pertandingan. Antara ketidaktegasan atau pun ketidakadilan wasit
dan juga kurangnya penghormatan dari pemain terhadap wasit. Karena itu
sering sering kita temui wasit yang berlari menghindari kejaran pemain
yang marah. Hal ini mesti menjadi perhatian PSSI.
Satu
hal yang paling menyedihkan adalah, apakah ini merupakan cerminan
kekisruhan yang juga terjadi dalam kepengurusan PSSI? Mudah-mudahan
tidak ada suporter yang beralasan seperti ini. Kalau ini terjadi, jelas
ini merupakan tamparan keras bagi kepengurusan PSSI.
Belajar dari Pertandingan Persib vs PSMS Tahun 1985
Untuk
semua elemen persepakbolaan nasional, mulai dari pimpinan PSSI, klub,
hingga para suporter, mari menengok kembali dan belajar dari sportivitas
yang ditunjukkan oleh penonton pertarungan yang melegenda, yaitu Persib
vs PSMS Tahun 1986 yang berlangsung di Stadion Senayan (sekarang GBK).
Mereka tetap mampu menunjukkan sportivitas yang mengagumkan, bahkan di
tengah jumlah penonton yang berjubel dan mencatatkan rekor dengan jumlah
penonton sekitar 150.000 penonton, yang mayoritas pendukung Persib.
Final Kompetisi Divisi Utama Perserikatan tahun 1985 yang mempertemukan PSMS Medan versus
Persib Bandung tercatat sebagai pertandingan sepakbola paling fenomenal
dalam kancah sepakbola Indonesia. Ada dua indikasi yang memperkuat itu.
Pertama, menurut buku Asian Football Confederation
(AFC) terbitan 1987, pertandingan itu ditonton oleh sekitar 150.000
orang. Bobotoh Persib dan suporter PSMS membuat Senayan banjir manusia.
Spanduk “Kami Medan Bung” berkibar di seluruh penjuru stadion. Ini
merupakan pertandingan terbesar dalam sejarah sepakbola amatir di dunia.
Saat itu kompetisi perserikatan masih digolongkan ke dalam liga amatir
karena para pemainnya belum diikat kontrak yang jelas.
Kedua,
meskipun penontonnya demikian banyak, kedua suporter tak saling bentrok
sepanjang dan hingga usai pertandingan. Suporter PSMS Medan yang secara
geografis lebih jauh dari Jakarta dibanding Jawa Barat, saat itu
dikenal sebagai suporter fanatik yang santun. Bahkan, Mamek Sudiono,
salah seorang pilar PSMS Medan saat itu pernah menceritakan betapa
merindingnya dia memasuki Senayan ketika puluhan ribu suporter PSMS
meneriakkan koor horas berkali-kali.
Tak
terbantahkan lagi, laga final Kompetisi Perserikatan 1984-1985 antara
Persib dan PSMS Medan pada tanggal 24 Februari 1985 telah menciptakan
rekor jumlah penonton dalam pertandingan bola di negeri ini, yang belum
terpecahkan hingga kini. Dari kapasitas 120.000 penonton yang tersedia,
jumlah penonton yang hadir saat itu mencapai 150.000 yang mayoritas
pendukung Persib. Penonton meluber hingga pinggir lapangan, tetapi wasit
Djafar Umar mampu menyelesaikan tugasnya dan tidak terjadi kericuhan.
Pada laga tersebut PSMS menang 4-3 melalui drama adu penalti setelah
skor sama kuat 2-2. Pertandingan ini juga tercatat sebagai pertandingan
terbesar dalam sejarah pertandingan amatir di dunia.
Menarik, Menegangkan, Menguras Emosi, Namun Tetap Sportif
Pertandingan
itu sendiri menampilkan permainan yang berkualitas sekaligus menguras
emosi penonton, meskipun demikian semua pihak yang terlibat tetap
menjunjung tinggi sportivitas, sehingga tak terjadi kerusuhan. Ini juga
merupakan pertandingan yang sangat heroik dalam sejarah sepak bola
Indonesia. Pertandingan berjalan sangat ketat, saling mengejar
ketinggalan gol, hingga akhirnya diselesaikan melalui adu pinalti,
dengan skor akhir 4-3 untuk kemenangan tim PSMS. Hebatnya lagi meskipun
Persib sebagai ‘tuan rumah” menderita kekalahan, namun tidak terjadi
kerusuhan. Padahal pendukung Persib jelas mendominasi jumlah penonton
dibandingkan dengan pendukung PSMS. Sungguh ini merupakan cerminan
tingginya sportivitas yang sulit dijumpai pada pertandingan sepak bola
domestik masa kini.
Begitu
kuatnya aura laga Persib vs PSMS tersebut, justru melahirkan
persahabatan yang hangat antara Persib dan PSMS kala itu. Pemain-pemain
Persib diundang untuk memperkuat PSMS memenuhi undangan Singapura untuk
turnamen Piala Merlion. Dan Ajat Sudrajat, Kosasih, Robby Darwis,
Sukowiyono dan Iwan Sunarya beberapa minggu mencicipi latihan bersama
Ponirin dan kapten Sunardi A dkk di stadion Teladan, Medan. Penonton
Medan mengelu-ngelukan Ajat Sudrajat sebagai “Soetjipto Soentoro Baru”.
Ini Medan Bung, (AS).
No comments:
Post a Comment