Thursday, January 31, 2013

Ir. Soeratin Sosrosoegondo

Ir. Soeratin Sosrosoegondo lahir di Yogyakarta pada 17 Desember 1898 dari keluarga sederhana. Ia adalah seorang insinyur Indonesia dan Ia juga adalah ketua umum PSSI periode 1930-1940 (pertama).

Setelah tamat dari sekolah Koningen Wilhelmina di Jakarta, Soeratin kembali melanjutkan belajarnya di Sekolah Teknik Tinggi di

Hecklenburg, dekat Hamburg, Jerman, pada 1920 dan lulus sebagai insinyur sipil pada 1927. Dan sekembalinya Soeratin dari Eropa pada 1928, ia bergabung dengan sebuah perusahaan konstruksi terkemuka milik Belanda dan membangun antara lain jembatan serta gedung di Tegal dan Bandung.

Namun, pada waktu bersamaan, Soeratin mulai merintis pendirian sebuah organisasi sepak bola, yang bisa diwujudkan pada 1930.
Organisasi yang boleh dikatakan hasil realisasi konkret dari Sumpah Pemuda 1928. Nasionalisme itu dicoba dikembangkan melalui olahraga, khususnya sepak bola. Seperti halnya ipar Soeratin, Dr Soetomo, yang berkeliling Pulau Jawa untuk menemui banyak tokoh dalam rangka menekankan pentingnya pendidikan dan kemudian disusul dengan pendirian Budi Utomo, Soeratin melakukan pertemuan dengan tokoh sepak bola pribumi di Solo, Yogyakarta, Magelang, Jakarta, dan Bandung. Pertemuan itu diadakan secara sembunyi untuk menghindari sergapan Intel Belanda (PID). Pada 19 April 1930, beberapa tokoh dari berbagai kota berkumpul di Yogyakarta untuk mendirikan PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia). Istilah “sepakraga” diganti dengan “sepakbola” dalam Kongres PSSI di Solo pada 1950. PSSI kemudian melakukan kompetisi secara rutin sejak 1931, dan ada instruksi lisan yang diberikan kepada para pengurus, jika bertanding melawan klub Belanda tidak boleh kalah. Soeratin menjadi ketua umum organisasi ini 11 kali berturut-turut. Setiap tahun ia terpilih kembali.

Kegiatan mengurus PSSI menyebabkan Soeratin keluar dari perusahaan Belanda dan mendirikan usaha sendiri. Setelah Jepang menjajah Indonesia dan perang kemerdekaan terjadi, kehidupan Soeratin menjadi sangat sulit. Rumahnya diobrak-abrik Belanda. Ia aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat dengan pangkat letnan kolonel. Setelah penyerahan kedaulatan, ia menjadi salah seorang pemimpin pekerjaan di Kereta Api.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...